Buku Referensi Identifikasi Mangrove

banyak yang mencari buku ini sebagai bahan referensi, dan kebetulan saya punya softcopynya. untuk yang membutuhkan bisa unduh melalui link ini: https://drive.google.com/file/d/0B_SlQFM1M_1wTlBKYXQybE8ybTQ/view #semoga bermanfaat

JANGAN BIARKAN HUTAN KAMI DIBAKAR



Indonesia merupakan negara tropis yang dikaruniai Tuhan dengan sumber daya alam yang sangat kaya. Salah satu kekayaan sumber daya alam tersebut adalah hutan. Hutan Indonesia sejatinya berharga bukan hanya bagi bangsa Indonesia sendiri, tetapi juga bagi seluruh penduduk di dunia. Indonesia dianggap sebagai pemilik hutan terluas ke tiga di dunia setelah Brazil dengan Lembah Amazon dan Kongo dengan Jantung Kegelapan.  Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil oksigen terbesar dan paru-paru dunia. Selain itu, hutan Indonesia dengan iklim yang hangat dan curah hujan yang tinggi memberikan habitat yang nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai keanekaragam hayati.
Namun, Indonesia hari ini kembali tak mampu luput dari tragedi. Menjadi sorotan di mata dunia, bukan karena kehebatannya memiliki sumber daya alam yang kaya, melainkan karena deforestasi yang semakin memprihatinkan. Hutan yang merupakan salah satu simpanan kekayaan negeri yang kita cintai, kini tengah berada dalam kejahatan eksploitasi. Ya, KEJAHATAN EKSPLOITASI... yang berarti suatu tindakan merugikan yang tidak pantas dan tidak dapat dibiarkan, yang menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat yang disebabkan oleh pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan. Kalimat tersebut bukanlah sekedar penggabungan antara majas hiperbola dan ironi, melainkan kenyataan yang terjadi adalah seperti itu. Hal tersebut bukanlah disebabkan oleh bencana alam yang tak disengaja, melainkan jelas pengaruh sektor ekonomi dalam kapitalisme yang semakin merajarela. Penggundulan untuk konversi lahan dengan cara pembakaran merupakan  jalan utama yang digunakan para kapitalis demi memakmurkan diri di dunia. 
Menurut Greenpeace, pengerusakan hutan menyumbang 20% dari emisi GRK setiap tahun. Diantaranya yang melakukan pengerusakan hutan adalah industri pulp dan kertas, yang ternyata kebanyakan tidak membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) terlebih dulu. Akibatnya, bahan baku dari industri ini mengandalkan pembalakan hutan alam secara besar-besaran bahkan terkadang dilakukan secara ilegal. Industri kertas telah merusak hutan seluas >10 juta hektar selama lebih dari 60 tahun terakhir dan telah menggunduli sebanyak 40% dari luas hutan Indonesia. Belum lagi ditambah hutan yang lenyap akibat konversi dan perluasan kelapa sawit. Berkat hal tersebut, Indonesia menjadi negara pencemar polusi ketiga terbesar di dunia setelah Amerika dan Cina. 85% emisi yang dihasilkan adalah bersumber dari penghancuran hutan dan konversi lahan. 
Inspektur Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bintang Susmanto saat berkunjung ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (25/9/2014) berkata  “Ada delapan provinsi di Indonesia berada dalam status siaga darurat bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Delapan provinsi itu yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Sementara musim kemarau diprediksi hingga Januari 2015”. Bintang mengatakan BNPB dan BPBD tengah membentuk tim terpadu penanggulangan bencana asap serta kebakaran hutan dan lahan di daerah. Satu di antaranya kegiatan hujan buatan melalui teknologi modifikasi cuaca. (http://news.metrotvnews.com/read/2014/09/25/296711/delapan-provinsi-siaga-darurat-kebakaran-hutan)
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) Sumsel, Syamsul Maarif mengatakan, kebakaran hutan dan lahan di sejumlah provinsi menimbulkan kerugian besar.Selain membahayakan kesehatan masyarakat, pemerintah harus menggelontorkan dana yang tidak sedikit dalam menanggulangi bahaya asap dari kebakaran. Menurut Syamsul, pemerintah telah mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan dengan mendirikan posko penanggulangan di tiap provinsi yang berpotensi terjadinya kebakaran. Namun Syamsul mengakui tetap saja pihaknya kesulitan melakukan tindak pencegahan. "Persoalannya ini bukan kebakaran tapi dibakar. Harusnya bisa dicegah, tapi antara teori dan praktek di lapangan berbeda. Kenyataannya kita berperang lawan asap sampai padam. Tahun depan akan terjadi lagi begini, kalau kita tidak mengubah cara penanggulangannya lewat pencegahan," paparnya. (http://palembang.tribunnews.com/2014/09/23/wapres-pimpin-rapat-penanggulangan-kebakaran-hutan)
Greenpeace menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera menerapkan Moratorium pembukaan hutan termasuk pada industri penebangan, dengan tujuan untuk membantu mengendalikan emisi gas rumah kaca, menjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati hutan tropis, dan melindungi kehidupan jutaan orang dan komunitas yang bergantung kepada hutan di seluruh Indonesia.
Moratorium deforestasi adalah mekanisme untuk menahan kehancuran hutan, sementara itu moratorium juga menyediakan waktu dan ruang yang dibutuhkan untuk membangun jaringan dari area yang dilindungi dan area yang memang didedikasikan untuk pengelolaan hutan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Hutan yang digunakan dan dikelola oleh masyarakat dapat menjadi jaring pengaman melalui proses penggunaan lahan secara partisipatif yang memastikan penghargaan kepada hak hak masyarakat adat dan komunitas yang bergantung kepada hutan
Moratorium Greenpeace meminta:
1.      Tidak ada lahan perkebunan baru didalam peta areal hutan
2.      Tidak ada perkebunan yang dilakukan di lahan gambut yang terdegradasi
3.      Tidak ada perkebunan atau perluasan perkebunan setelah November 2005 pada area bernilai konservasi tinggi yang telah mengalami deforestasi atau degradasi
4.      Tidak ada perkebunan atau perluasan perkebunan yang dilakukan pada lahan milik masyarakat adat atau komunitas yang bergantung kepada hutan tanpa adanya pengutamaan terhadap kebebasan mereka  dan tanpa adanya persetujuan mereka.
5.      Membangun rantai jaringan lengkap pasokan yang bisa dilacak dan pemisahan sistem yang akan mengeluarkan minyak kelapa sawit dari grup yang gagal memenuhi kriteria tersebut
Sangat penting untuk menghentikan deforestasi secara global sehingga semua negara harus terlibat dalam solusi tersebut. Negara negara industri diharuskan untuk membeli sebagian dari emisi yang dijinkan dalam Protokol Kyoto, melalui sebuah lelang yang akan menghasilkan pendanaan yang dibutuhkan untuk menahan laju deforestasi. Hal ini juga akan memberikan penghematan bagi negara negara industri sekaligus mengurangi sekitar 20 % dari total emisi karbon global. Sebuah pendanaan hutan akan memungkinkan bagi negara berkembang untuk menjaga hutannya tetap berdiri dan terjaga. Untuk mewujudkan semua itu yang dibutuhkan segera hanyalah negara negara dunia untuk beraksi sekarang juga. (http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/melindungi-hutan-alam-terakhir/moratorium/)

www.100persenindonesia.org

Ibu Pertiwi dengan Zamrud Khatulistiwa; Paru-Paru sekaligus Knalpot Dunia



Ibu Pertiwi yang kita cintai ini bernama Indonesia, sebuah negara kepulauan yang memiliki nama lain Nusantara. Negeri ini juga disebut-sebut sebagai Zamrud Khatulistiwa. Sejak duduk dibangku sekolah dasar, kita pasti telah mengetahui alasan yang menjadikannya menyandang gelar demikian. Gelar tersebut diberikan karena Indonesia terletak di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT. Berdasarkan letak astronomis tersebut, maka Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian sama besarnya. Ditambah lagi kepulauannya terletak di antara benua Asia dan Australia, serta dikelilingi oleh Samudera Hindia dan Pasifik,  menempatkannya dalam wilayah strategis dunia. Disamping itu pula, letak astronomis dan geografis tersebut menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis dan ribuan pulau yang berjajar sepanjang 5.120 km yang terdiri dari 30% daratan dan 70% lautan, menjadikan wilayah Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya. Salah satu kekayaan terbesar yang dimiliki Indonesia adalah hutan. Hutan yang terbentang hijau dari Sabang hingga Merauke, tersebar di seluruh pulau mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, serta pulau-pulau yang berukuran kecil lainnya dan terhampar mulai dari tepi pantai hingga puncak pegunungan. Maka jika dilihat dari angkasa, kepulauan Indonesia terlihat begitu indah, hijau dan memukau bak untaian batu zamrud di khatulistiwa.


Hutan Indonesia merupakan kekayaan yang berharga bukan hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bagi seluruh penduduk dunia. Iklim yang hangat dengan curah hujan yang tinggi, menyebabkan Indonesia memiliki hutan dengan tipe hutan hujan tropis. Hal tersebut juga menjadikan negara ini memiliki tanah yang subur dan habitat yang nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai makhluk hidup sehingga negara ini pun memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Negeri ini juga dianggap sebagai pemilik hutan terluas ke tiga di dunia setelah Brazil dengan Lembah Amazon dan Kongo dengan Jantung Kegelapan. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil oksigen terbesar dan paru-paru dunia.

Manusia dan hewan yang bernafas dengan paru-paru mempertahankan hidupnya dengan menghirup oksigen (O2) di udara. Di dalam paru-paru terjadi penukaran oksigen dari udara dengan karbondioksida (CO2) dari darah. Karbondioksida kemudian dihembuskan melalui hidung atau lubang mulut hingga kembali terlepas ke udara. Demikian terjadi berulang-ulang dalam pernapasan manusia. Prinsip yang serupa tapi tak sama terjadi pada Hutan Indonesia. Tidak hanya menyerap karbondioksida yang dibuang oleh saluran pernapasan penduduk negeri ini dan dunia, tetapi juga karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, mesin-mesin dan pabrik-pabrik. Negara-negara maju dalam hal industri merupakan penghasil karbondioksida dalam jumlah yang sangat besar. Sebagian besar gas karbondioksida tersebut terkumpul di atmosfer dan terbawa angin ke hutan Indonesia yang kemudian digantikan dengan oksigen yang sejuk dari hasil fotosintesis. Bisa dibayangkan betapa pentingnya keberadaan hutan Indonesia.
Dan saat ini Indonesia menjadi sorotan mata dunia, bukan karena kepiawaiannya menjalankan peran tersebut, melainkan karena kerusakan hutan (deforestasi) yang semakin memprihatinkan. Pada tahun 2007, Indonesia ditetapkan sebagai “ negara yang memiliki tingkat kehancuran hutan tercepat di antara negara-negara yang memiliki 90 persen dari sisa hutan di dunia“ dalam Guinness World Records. Hal tersebut disebabkan pengaruh sektor ekonomi dalam kapitalisme yang semakin merajarela, menekan Ibu Pertiwi untuk mengorbankan simpanan kekayaannya. Penggundulan dan pembakaran hutan serta konversi lahan merupakan  jalan utama yang digunakan para kapitalis untuk semakin memakmurkan diri di dunia. 

Menurut Greenpeace, pengerusakan hutan menyumbang 20% dari emisi GRK setiap tahun. Diantaranya yang melakukan pengerusakan hutan adalah industri pulp dan kertas, yang ternyata kebanyakan tidak membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) terlebih dulu. Akibatnya, bahan baku dari industri ini mengandalkan pembalakan hutan alam secara besar-besaran bahkan terkadang dilakukan secara ilegal. Industri kertas telah merusak hutan seluas >10 juta hektar selama lebih dari 60 tahun terakhir dan telah menggunduli sebanyak 40% dari luas hutan Indonesia. Belum lagi ditambah hutan yang lenyap akibat konversi dan perluasan kelapa sawit. Berkat hal tersebut, Indonesia menjadi negara pencemar polusi ketiga terbesar di dunia setelah Amerika dan Cina. 85% emisi yang dihasilkan adalah bersumber dari penghancuran hutan dan konversi lahan. Sungguh sebuah ironi,  negara ini ternyata berperan ganda sebagai paru-paru dan juga knalpot dunia.
Greenpeace memperkirakan sekitar 83% hutan di Papua Nugini yang dimanfaatkan secara komersial akan lenyap atau menyusut pada tahun 2021 jika laju pembalakan terus dilakukan. Sebelum hal itu terjadi dan semuanya berubah menjadi arang dan asap, marilah kita mulai peduli dengan bersama-sama turut serta dalam protect paradise Indonesia yang masih tersisa.
(http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/melindungi-hutan-alam-terakhir/hutan-dan-perubahan-iklim/).
 (http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/Perusahaan-Kelapa-Sawit-Harus-Membersihkan-Diri-Dari-Kebakaran-Hutan-Indonesia/).