TUGAS EKOLOGI MANGROVE
MIKOREMEDIASI PADA EKOSISTEM MENGROVE YANG TERCEMAR
POLUTAN MINYAK DAN LOGAM BERAT DI MUARA ANGKE
Oleh
:
Maspenti
B1J009118
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2012
MIKOREMEDIASI PADA EKOSISTEM
MENGROVE YANG TERCEMAR POLUTAN MINYAK DAN LOGAM BERAT DI MUARA ANGKE
Maspenti
B1J009118
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ekosistem
mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan, mempunyai peranan fungsi
multi guna baik jasa biologis, ekologis maupun ekonomis. Peranan fungsi fisik mangrove
mampu mengendalikan abrasi dan penyusupan air laut (intrusi) ke wilayah
daratan, serta mampu menahan sampah yang bersumber dari daratan, yang
dikendalikan melalui sistem perakarannya. Jasa biologis mangrove sebagai
sempadan pantai, berperan sebagai penahan gelombang, memperlambat arus pasang
surut, menahan serta menjebak besaran laju sedimentasi dari wilayah atasnya.
Selain itu komunitas mangrove juga merupakan sumber unsur hara bagi kehidupan
hayati (biota perairan) laut, serta sumber pakan bagi kehidupan biota darat
seperti burung, mamalia dan jenis reptil. Sedangkan jasa mangrove lainnya juga mampu
menghasilkan jumlah oksigen lebih besar dibanding dengan tetumbuhan darat. Peranan
fungsi ekologis kawasan mangrove yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan
mencari makan bagi kehidupan berbagai jenis biota perairan laut, di sisi lain kawasan
mangrove juga merupakan wahana sangtuari berbagai jenis satwa liar, seperti
unggas (burung), reptil dan mamalia terbang, serta merupakan sumber pelestarian
plasma nutfah.
Manfaat ekonomis mangrove, juga
cukup memegang peranan penting bagi masyarakat, karena merupakan wahana dan sumber
penghasilan seperti ikan, ketam, kerang dan udang, serta buah beberapa jenis
mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Manfaat lainnya merupakan
sumber pendapatan masyarakat melalui budidaya tambak, kulit mangrove bermanfaat
dalam industri penyamak kulit, industri batik, patal dan pewarna jaring, serta
sebagai wahana wisata alam, penelitian dan laboratorium pendidikan. Mencermati
atas karakteristik ekosistem dan peranan fungsinya, nampaknya degradasi
(kerusakan) kawasan mangrove akan menyebabkan berbagai fenomena baik terhadap
kehidupan biota perairan, dan kehidupan liar lainnya, maupun sebagai sumber kehidupan
masyarakat di sekitarnya.
Kondisi hutan mangrove pada umumnya
memiliki tekanan berat, sebagai akibat dari tekanan krisis ekonomi yang
berkepanjangan. Selain dirambah dan atau dialih fungsikan, kawasan mangrove di
beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta. Banyaknya industri yang membuang limbahnya
keperairan mengakibatkan tercemarnya lingkungan bukan hanya perairan tapi juga
berdampak pada tanah yang merupakan tempat tumbuh mangrove. sebagai habitat
biota laut, perlindungan wilayah pesisir, dan terputusnya mata rantai makanan
bagi biota kehidupan seperti burung, reptil dan berbagai kehidupan lainnya. Tekanan
terhadap hutan mangrove di wilayah DKI Jakarta, sebagai akibat tumbuh berkembangnya
pusat-pusat kegiatan dan aktivitas manusia.
Masalah
pencemaran yang paling besar di Jakarta adalah limbah cair domestik dan
industri. Hal ini umumnya disebabkan tidak atau kurang memadainya fasilitas
untuk menangani dan mengelola limbah tersebut. Polutan seperti pestisida
organoklorin; logam berat seperti merkuri, timbal, arsen, kadmium; deterjen;
dan biotoksin laut, zat-zat ini diberi prioritas yang tinggi karena toksisitas,
persistensi, dan sifatnya yang berakumulasi dalam organisme-organisme yang
hidup di laut dan pengaruhnya pada jaringan makanan laut menunjukkan kadar yang
tinggi. Mereka masuk melalui plankton dan kemudian dimakan oleh pelbagai
binatang laut seperti binatang-binatang karang yang dapat mengumpulkan
konsentrasi dari pestisida yang sangat tinggi. Masalah pencemaran yang
dikaitkan dengan pertanian adalah sedimentasi pestisida dan pupuk. Aliran air
hujan dari daerah pertanian juga mengandung bahan makanan yang besar seperti
senyawa nitrogen yang jika sampai ke laut dapat menyebabkan masalah
eutrofikasi.
Menurut Alamsyah
(1999), pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah
buangan kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) maupun
kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution). Kontaminasi
lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik
dan kimiawi. Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based
pollution) yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara
lain : penebangan hutan (deforestation), buangan limbah industri (disposal
of industrial wastes), buangan limbah pertanian (disposal of
agricultural wastes), buangan limbah cair domestik (sewage disposal),
buangan limbah padat (solid wastes disposal), konversi lahan mangrove
dan lamun (mangrove and swamp conversion), dan reklamasi di kawasan
pesisir (reclamation). Sedangkan kegiatan atau aktivitas di laut (sea-based
pollution) yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara
lain : perkapalan (shipping), dumping di laut (ocean dumping),
pertambangan (mining), eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil
exploration and exploitation), budidaya laut (mariculture), dan
perikanan (fishing).
Kegiatan rekreasi dan kepariwisataan
telah menjadi aspek penting dalam peningkatan ekonomi, khususnya bagi penduduk
pesisir. Akan tetapi kegiatan ini telah membawa dampak lingkungan yang tidak
selalu positif. Buangan limbah dari hotel dan restoran di sepanjang pantai,
serta meningkatnya permintaan air bersih dapat memberi ancaman berupa
pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir. Ada beberapa polutan yang dapat langsung
meracuni kehidupan biologis. Ada pula polutan yang menyerap banyak jumlah
oksigen selama proses dekomposisi. Ada polutan yang mendorong tumbuhnya
jenis-jenis binatang tertentu. Dan ada pula polutan yang berakumulasi di dalam
jaringan makanan laut yang tidak dapat dihancurkan oleh sel-sel hidup (bioaccumulation).
Secara umum, berbagai jenis pohon
mangrove mempunyai kandungan konsentrasi logam berat yang rendah sekalipun
berada pada habitat yang terkontaminasi dengan unsur-unsur logam berat
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa mangrove secara aktif menghindari masukan
logam berat yang berlebih dan berfungsi sebagai penyaring dan memiliki daya treatment
khas secara alami melalui organ akar (Clark et al., 1998 dalam Kammaru-zaman
et al., 2008) Akumulasi logam berat terjadi pada akar dan dibawa ke
jaringan lainnya dan proses ini bisa membatasi masuknya udara ke dalam jaringan
tersebut (Silva et al., 1990; Chiu dan Chou, 1991 dalam MacFarlane
et al., 2003). Gangguan seperti musim kemarau yang panjang, perubahan
dalam frekuensi dan lamanya penggenangan, dan salinitas dapat menyebabkan tanah
mangrove kehilangan kemampuannya untuk mengikat logam berat dalam bentuk yang
immobile bagi tumbuhan mangrove, sehingga sedimen mangrove berubah dari sink
logam berat menjadi source logam berat (Lacerda 1998).
Logam berat dalam
sedimen mangrove nampaknya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
populasi bakteri walalupun dalam kondisi habitat yang terkontaminasi
unsur-unsur logam berat tersebut, namun unsur-unsur logam berat ditemukan
terakumulasi pada tubuh fauna makro-invertebrata, seperti keong dan kerang yang
hidup di habitat mangrove (Tam, 1998).
Umumnya, mangrove tidak mampu
mengatasi polutan minyak. Ada 2 bentuk kerusakan yang umum
terjadi pada mangrove akibat polusi minyak, yaitu: (a). Apabila tumpahan minyak
dalam kuantitas yang besar, umumnya pohon-pohon mangrove mengalami devoliasi
dalam kurun waktu 1-2 bulan yang selanjutnya diikuti dengan kematian, dan (b).
Apabila deposit minyak dalam sedimen relatif rendah umumnya terjadi pengaruh
sub-letal terhadap mangrove, seperti devoliasi sebagian dan terbukanya kanopi,
penurunan laju pertumbuhan dan perubahan dalam komposisi jenis. Selain itu,
kontaminasi minyak dapat merusak fauna yang hidup di sedimen dan akar mangrove.
Residu minyak tinggal relatif lama (lebih dari 10 tahun) dalam sedimen
mangrove, hal ini menyebabkan sedimen mangrove yang terkontaminasi oleh minyak
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk ditanami kembali.
Konservasi lahan mangrove (hutan bakau) memberikan dampak
tersendiri bagi kota Jakarta. Mangrove sangat berperan dalam siklus kehidupan
berbagai jenis biota laut. Mangrove juga merupakan ekosistem yang amat
produktif. Umumnya, kerugian akibat kerusakan hutan mangrove dirasakan seiring
dengan menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber mata pencaharian.
Pengrusakan sebagian besar terjadi karena kegiatan reklamasi dengan pengurugan
(penimbunan) untuk berbagai tujuan seperti perluasan pemukiman, perluasan obyek
pariwisata dan rekreasi, demikian juga halnya dengan perluasan lahan tambak.
Kerusakan terhadap mangrove yang tersisa juga dipercepat dengan pengambilan
kayu yang membabi buta.
Teknologi untuk mengolah berbagai polutan dengan
menggunakan bahan-bahan kimia masih sangat mahal dan tidak aman. Oleh karena
itu diperlukan suatu sistem yang cukup selektif, ekonomis dan ekologis untuk
menghilangkan polutan ini. Teknologi bioremediasi saat ini marak dikembangkan
dalam hal upaya konservasi lingkungan. Bioremediasi itu sendiri adalah penggunaan
agen hayati untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau
untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah
atau air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah
(Altas, Philip 2005).
Mikoremediasi adalah bioremediasi yang secara spesifik
menggunakan jamur sebagai organisme pengurai. Menurut Singh (2006),
fungi sebagai agen bioremediasi digunakan untuk detoksifikasi tanah yang
tercemar oleh zat kimia berbahaya. Salah
satu peran utama jamur dalam ekosistem adalah dekomposisi, yang dilakukan oleh
miselium. Kunci untuk menentukan
mycoremediation adalah spesies jamur
yang tepat untuk menargetkan polutan tertentu. Jamur mampu merombak minyak
bumi dengan mempunyai enzim yang
diperlukan. Unsur yang terdapat dari pencemaran minyak bumi diantaranya
n-alkana, parafin, hidrokarbon polinuklear aromatik, dan beberapa jenis logam
berat sepertiarsen (As), cadmium (Cd), krom (Cr), raksa (Hg), nikel (Ni), timbal
(Pb), tembaga (Cu), danseng (Zn) (Rossiana, 2002). Salah satu jamur yg
mampu mendegradasi polutan minyak adalah dari genus Pleurotus, termasuk golongan White
Rot Fungi yang mampu mensekresikan
enzim pendegradasi pada saat tidak adanya keberadaan nutrisi di lingkungan, dapat
mendegradasi polutan yang bermacam-macam, Optimum kerja pada
range suhu tinggi, dapat
digunakan untuk mendegradasi banyak polutan.
Keunggulan menggunakan jamur sebagai agen bioremediasi
antara lain:
· Dapat menguraikan polutan dengan konsentrasi dan berat molekul
yang tinggi pada tanah maupun perairan.
• Miselium jamur dapat menembus tanah dengan porositas rendah (misal
: tanah liat), sehingga polutan yang terjebak di dalamnya dapat terurai.
• Proses mikoremediasi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan
menggunakan bakteri.
• Jamur dapat menguraikan berbagai jenis polutan dengan sifat
resisten tanpa meninggalkan polutan baru yang memerlukan pengolahan lebih
lanjut.
• Tanah yang dihasilkan setelah proses bioremediasi selesai menjadi
tanah bersih, bertekstur seperti kompos atau sedimen.
• Produk akhir dapat digunakan sebagai tanah pencampur untuk proses
bioremediasi tanah selanjutnya, atau landscaping, tanah pengisi, dll.
• Penggunaan jamur ini aman, ekonomis, dan operasional dan
pemeliharaannya mudah. Tidak ada konstruksi khusus untuk melakukan proses
mikoremediasi ini.
B.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efektivitas kemampuan berbagai
isolat Pleurotus sebagai agen bioremediasi akibat pencemaran polutan minyak dan
logam berat di Muara Angke.
2. Mengetahui hasil akhir mikoremediasi yang
dilakukan terhadap lahan mangrove di Muara Angke.
C.
Perumusan Masalah
1. Keberadaan kadar logam berat yang terlarut pada perairan telah melebihi
ambang batas yang diakibatkan karena aktivitas yang terjadi disekitar perairan
baik di darat maupun areal pantai tersebut.
2. Tumbuhan mangrove
termasuk jenis tumbuhan air yang banyak dijumpai di sekitar wilayah perairan
yang mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk mengakumulasi logam berat namun
rentan terhadap polutan minyak yang ada pada wilayah perairan.
D. Hipotesis
1. berbagai isolat Pleurotus memiliki kemampuan
bioremediasi pada lahan mangrove yang tercemar polutan minyak dan logam berat
di Muara Angke.
2. kemampuan isolat Pleurotus dalam bioremediasi mampu
mengurangi kandungan polutan minyak dan logam berat dengan menghasilkan produk
akhir yang bersih dan aman.
MATERI DAN METODE
A.
Materi
a.
Waktu dan Tempat
Penelitian
dilaksanakan selama 7 bulan, terhitung mulai bulan Juni 2012 hingga Desember
2012 di Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Muara Angke, Jakarta. HLAK merupakan
daerah konservasi hutan mangrove berada dibawah koordinasi Dinas Kelautan dan
Pertanian DKI Jakarta.
b.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan antara lain ember,
meteran, tali pembatas, baglog jamur bekas pakai, air, lahan mangrove tercemar polutan
50mx50m, skop, alat untuk mengukur kandungan polutan minyak dan logm berat.
B.
Metode
Cara kerja
·
Persiapan
lokasi dan perlakuan sampel
Satu
bulan pertama dilakukan persiapan
lokasi dan perlakuan sampel, dibuat sebanyak 3 stasiun, masing-masing stasiun dekat
bibir pantai (5m dari bibir pantai) ukurannya 50mx50m
dengan jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya juga
50mx50m.
Diukur
kadar kandungan polutan minyak dan logam berat pada tiap-tiap stasiun. Setelah
itu, tiap-tiap stasiun akan diberi perlakuan berupa inokulasi berbagai isolat Pleurotus menggunakan baglog bekas pakai
dari tempat-tempat budidaya jamur yang masih dapat dimanfaatkan. Sebelumnya
baglog-baglog tersebut di komposkan dan dibuat menjadi bubuk sehingga bentuknya
tidak padat lagi agar lebih mudah dan merata dalam menyebarkan inokulum. Ada
baiknya sekitar lokasi difoto sebelum dan setelah penelitian.
·
Perawatan dan
pemeliharaan
Dua
bulan berikutnya hingga 5 bulan, dilakukan perawatan dan pemeliharaan setiap
satu minggu sekali pada tiap-tiap
stasiun, hingga beberapa bulan terakhir
terlihat adanya perubahan atau perkembang pada lahan.
·
Pengamatan
Satu
bulan terakhir dilakukan pengamatan, melihat dan membandingkan sebelum dan
sesudah perlakuan, seperti kondisi tanah, mengukur kandungan polutan minyak dan
logam berat, melihat banyaknya jamur yang tumbuh, dan melihat keadaan vegetasi mangrove itu
sendiri dan biota yang ada,
perbandingn dapat juga dilakukan dengan membandingkan pada lahan sekitar yang
tidak diberi perlakuan .
C.
Analisis Data
Analisis dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), bila
terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan's New
Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5 %.