USULAN
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL
PROGRAM
PEMANFAATAN
AIR KELAPA SEBAGAI SITOKININ ALAMI PADA
PERKECAMBAHAN
BIJI CABAI DAN PENGGUNAAN
PUPUK
ORGANIK RUMAH TANGGA
BIDANG
KEGIATAN:
PKM-P
Diusulkan
oleh:
Maspenti B1J009118 (2009)
Rizki Maulida B1J008130 (2008)
Ratna Mega Dwi P B1J008136 (2008)
Puspa Dwi Pratiwy B1J010090 (2010)
Merinda Puspa M B1J010003 (2010)
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
I.
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG MASALAH
Cabai (Capsicum
annum) merupakan komoditi hortikultura yang memiliki nilai penting
di Indonesia. Cabai banyak digunakan sebagai keperluan rumah tangga, cabai juga
dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, industri bumbu masakan,
industri makanan dan industri obat‐obatan
atau jamu. Cabai selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai
kapasitas menaikkan pendapatan petani. Harga cabai yang tidak stabil
menyebabkan kesulitan bagi petani cabai. Hama dan keadaaan lingkungan yang
kering dapat menurunkan produksi cabai sehingga menyebabkan harga cabai melambung tinggi.
Pemanfaatan bahan alami sebagai zat pengatur tumbuh
sudah banyak diaplikasikan. Air kelapa muda mengandung beberapa hormon
pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Hormon yang terkandung dalam
air kelapa yaitu sitokinin, auksin dan giberelin, yang berfungsi sebagai
perangsang pertumbuhan tanaman. Kandungan zat pengatur
tumbuh paling tinggi pada air kelapa adalah sitokinin. Hormon sitokinin berfungsi untuk memacu
kecepatan pertumbuhan tanaman karena memegang peranan penting dalam proses
pembelahan dan pembesaran sel, mematahkan dormansi pada biji-bijian tanaman,
pembentukkan tunas-tunas baru, dan penundaan penuaan atau kerusakan pada hasil
panenan sehingga lebih awet. Besar kemungkinan air kelapa muda mampu menjadi
hormon pertumbuhan bagi tanaman cabai.
Selain air kelapanya, kelapa memiliki manfaat lainnya mulai dari daun,
batang, dan buah (daging dan air).
Usaha peningkatan produksi cabai juga
dapat ditempuh dengan penambahan pupuk sebagai penyubur tanaman. Umumnya pupuk
yang digunakan adalah pupuk kimia, namun penggunaan pupuk kimia berdampak
negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif dari penggunaan pupuk kimia ini,
menyebabkan munculnya penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan. Pupuk
organik dapat berasal dari limbah rumah tangga, terutama dari daerah perkotaan
berpenduduk padat sangat tinggi. Sebagian besar sampah dari pemukiman (rumah
tangga) berupa sampah organik, yang proporsinya dapat mencapai 78%. Sampah
organik ini umumnya bersifat biodegradable, yaitu dapat terurai menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroorganisme tanah.
Penguraian dari sampah organik ini akan menghasilkan materi yang kaya akan unsur-unsur
yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga sangat baik digunakan sebagai pupuk
organik. Mendaur ulang limbah perkotaan dari sampah rumah tangga menjadi pupuk
organik (kompos) penting untuk mengurangi dampak pencemaran oleh adanya sampah.
1.2
PERUMUSAN
MASALAH
Penggunaan air kelapa muda sebagai zat pengatur
tumbuh alami dan pemanfaatan sampah organik rumah tangga ini didasarkan pada
pemanfaatan kelapa dan sampah rumah tangga yang kurang optimal dikalangan
masyarakat. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman dari kalangan
masyarakat tentang manfaat dari kelapa. Banyaknya limbah organik rumah tangga
yang tidak dimanfaatkan, maka dari itu perlu adanya pengetahuan dalam
pemanfaatan limbah tersebut.
Rumusan dalam penulisan ilmiah ini meliputi:
1. Bagaimanakah
pemanfaatan air kelapa muda sebagai zat pengatur tumbuh alami dalam mempercepat
perkecambahan biji cabai?
2. Bagaimanakah
pemanfaatan limbah organik rumah tangga sebagai pupuk organik dalam mengurangi
polusi dan meningkatkan kesuburan tanah di kelurahan Karangwangkal, Purwokerto
Utara?
1.3
TUJUAN
1.
Mengetahui kegunaan air kelapa muda
sebagai sitokinin alami untuk pertumbuhan cabai.
2.
Meningkatkan potensi limbah rumah tangga
organik sebagai pupuk organik di kelurahan Karangwangkal, Purwokerto Utara.
1.4
LUARAN
YANG DIHARAPKAN
1. Meningkatnya
produksi cabai sehingga tidak terjadi kenaikan harga yang tinggi.
2. Meningkatnya
kesadaran masyarakat tentang pemanfaatan limbah rumah tangga sebagai pupuk
organik
1.5
KEGUNAAN
1.
Pemanfaatkan air kelapa
muda sebagai sitokinin alami untuk pertumbuhan cabai.
2.
Pemanfaatkan limbah rumah tangga sebagai
pupuk organik di kelurahan Karangwangkal, Purwokerto Utara.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Cabai
Tanaman
cabai (C. annum) termasuk tanaman
semusim (annual) berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu, dan
memiliki banyak cabang (Rukmana, 1996). Tinggi tanaman antara 66-120 cm, lebar
tajuk tanaman 50-90 cm. Cabai tergolong dalam tumbuhan yang menghasilkan biji
(Spermatophyta). Bijinya tertutup oleh bakal buah sehingga termasuk dalam
golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae). Klasifikasi ilmiah cabai
sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L.
Menurut Rukmana (1996)
pada umumnya pertumbuhan cabai ditentukan oleh ketinggian tempat dan biasanya
akan tumbuh baik pada ketinggian tak lebih dari 1200 m dpl. Wiryanta (2002)
menyebutkan kondisi iklim yang paling cocok adalah daerah-daerah mempunyai suhu
antara 25-30°C, kelembaban udara (rH) rata-rata 80%, penyinaran matahari 12
jam/hari atau minimal 10 jam/hari, dan curah hujan optimum antara 1.500-2.500
mm/tahun. Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 6,0-6,5 namun pada tanah dengan
pH 5,5 cabai masih dapat tumbuh baik (Prajnanta, 2007).
Cabai berguna sebagai
penyedap masakan, juga mengandung zat-zat gizi tinggi yang sangat dibutuhkan
manusia untuk kesehatan seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca),
fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin, dan didalamnya mengandung senyawa-senyawa alkaloid seperti
capsaicin, flavonoid, dan minyak esensial (Prajnanta, 2007).
2.2 Kelapa
Kelapa
(Cocos nucifera L.) merupakan
tumbuhan pohon yang termasuk dalam suku Arecaceae,
disebut juga pohon nyiur. Tumbuh di daerah pantai samapai ketinggian 1000 m
diatas permukaan laut, dapat hidup pada tanah yang mengandung garam dengan
curah hujan rata-rata 1270-2500 mm/tahun. Pohonnya berakar serabut, tidak
berbanir, bentuk batang lancip (taper),
tingginya dapat mencapai 5-30 meter dengan diameter batang rata-rata 25 cm.
Bunga berupa tandan, bunga betina terletak di bagian pangkal, bunga jantan
diujung tandan. Bentuk buah bulat dan buahnya berserabut
(Barly, 1994). Klasifikasi Ilmiah kelapa menurut Ambarwati dan Suharto (2009)
ialah:
Kerajaan : Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Liliopsida
Ordo :
Arecales
Famili : Arecaceae
Genus :
Cocos
Spesies :
Cocos nucifera
Beberapa
kegunaan tumbuhan kelapa menurut Barly (1994), diantaranya pada bagian: batang,
sebagai bahan bangunan, perkakas rumah tangga, jembatan, pembuatan perahu
tradisional, dan hiasan; Daun, sebagai anyaman dan pembungkus makanan, lidi
untuk sapu; Daging buah, sebagai minyak goreng, margarin, ampasnya untuk
makanan ternak; Air sadapan tandan bunga (legen), sebagai pembuatan cuka, arak,
dan gula merah; Air buah muda, dapat diminum, buah tua dibuat nata de coco, anggur, alkohol, minuman
ringan dan ragi.
Air kelapa mengandung
antioksidan dan hormon pertumbuhan. Antioksidan adalah penahan radikal bebas
bagi tubuh. Antioksidan ini akan menghentikan reaksi berantai radikal bebas
dalam tubuh bergantung pada jenis antioksidannya. hormon yang terkandung dalam
air kelapa yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Hormon tersebut dapat
berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman, seperti auksin berfungsi
sebagai pembesaran sel, sintesis kromosom, serta pertumbuhan aksis longitudinal
tanaman, gunanya untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan.
Hormon sitokinin merupakan hormon turunan dari adenin yang berfungsi dalam hal
pembelahan sel dan diferesiansi mitosis, disintesis pada ujung akar dan translokasi
pada pembuluh xilem. Giberelin merupakan hormon tumbuh alami pada tanaman yang
bersifat sintesis dan berperan mempercepat perkecambahan.
Air kelapa adalah salah satu bahah alami, didalamnya
terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin
sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan
pertumbuhan (Katuuk, 2000). Menurut Bey et
al. (2006), air kelapa selain mengandung bahan makanan seperti asam amino,
asam organik, gula dan vitamin juga terkandung sejumlah hormon tumbuh yang
dapat memacu proses perkecambahan biji. Menurut Katuuk (2000), air kelapa
merupakan endosperma dalam bentuk cair yang mengandung unsur hara dan zat pengatur
tumbuh sehingga dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Sitokinin
pada air kelapa dapat berfungsi untuk mematahkan dormansi.
Menurut Abidin (1991), perkecambahan adalah proses
pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh secara normal menjadi tanaman baru. Dormansi merupakan kemampuan biji
untuk mengundurkan fase perkecambahannya sampai saat yang tepat untuk tumbuh
(Copland, 1976). Dormansi biji sebenarnya merupakan suatu mekanisme untuk
mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak menguntungkan, seperti
ketersediaan air dan zat hara yang terbatas, suhu yang terlalu dingin, atau
intensitas cahaya yang terlalu rendah (Tjitrosoepomo, 1984).
2.3 Pupuk organik dari limbah rumah
tangga
Pupuk
organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan
hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Pemberian bahan
organik merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kualitas lahan, meskipun
kandungan hara dari bahan organik umumnya lebih rendah dibanding pupuk kimia.
Sebagai contoh unsur hara makro dari sisa tanaman berkisar antara 0,7 – 2% nitogen, 0,07 – 0,2% fosfor dan 0,9 –
1,9 % kalium.
Secara keseluruhan bahan organik
memiliki potensi yang lengkap untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Manfaat bahan organik secara fisik memperbaiki struktur dan meningkatkan
kapasitas tanah menyimpan air. Secara kimiawi meningkatkan daya sangga tanah
terhadap perubahan pH, meningkatkan kapasitas tukar kation, menurunkan fiksasi
P dan sebagai reservoir unsur hara sekunder dan unsur mikro. Secara biologi,
merupakan sumber energi bagi mikroorganisme tanah yang berperan penting dalam
proses dekomposisi dan pelepasan unsur hara dalam ekosistem tanah (Sanchez, 1976).
III. METODE PELAKSANAAN
3.1
Alat
Alat yang
digunakan antara lain cawan petri, kertas merang, pisau, sekop, papan triplek
ukuran 90 x 60 x 30 cm, kayu, bambu, thermometer, kantong plastik, pengayak,
pencetak,
3.2
Bahan
Biji cabai rawit merah, air kelapa, limbah
organik (sampah rumah tangga), pupuk kandang, dedak, aktivator/dekomposer EM-4,
air bersih,
3.3
Cara Kerja
3.3.1. Perkecambahan biji cabai
dengan penggunaan air kelapa
1. Sebanyak 24 cawan petri disiapkan dan setiap 6 cawan
petri diisi dengan air kelapa muda, air
kelapa tua, air kelapa muda+tua, dan akuades sebagai kontrol.
2. Cabai rawit merah dibelah dengan menggunakan pisau,
kemudian diambil bijinya dan dikumpulkan sebanyak 480 biji, setiap 20 biji
cabai direndam selama 24 jam dalam masing-masing cawan petri yang telah diisi
air kelapa tersebut.
3. Biji-biji yang telah direndam ditiriskan dan
diangin-anginkan hingga kering.
4. Biji-biji cabai yang telah kering ditaburkan di atas batok
kelapa yang telah diberi alas kertas merang dan dibasahi dengan air kelapa
muda, air kelapa tua, air kelapa muda+tua, dan akuades (sesuai dengan perlakuan
sebelumnya). Kertas merang dijaga agar selalu lembab dengan ditetesi
masing-masing air kelapa tersebut.
5. Jumlah biji-biji yang berkecambah dicatat dan diamati
setiap hari.
6. Biji-biji yang telah berkecambah dipindahkan ke tanah
dengan diberi pupuk organik.
3.3.2. Pembuatan pupuk organic
1. Sampah
rumah tangga organik seperti sisa sayur, nasi, dan lainnya dikumpulkan dari
beberapa rumah di Kelurahan Karangwangkal kemudian sampah dicacah.
2. Pupuk
kandang sebanyak 1 kg disiramkan ke bahan sampah yang telah dicacah sebanyak 10
kg, kemudian campurkan dedak sebanyak 1,7 kg.
3. Larutkan
40 ml EM-4 ke dalam 200 ml air bersih, diaduk hingga rata, kemudian disiramkan
pada sampah yang sudah dicacah.
4. Sediakan
pencetak ukuran 90 x 60 x 30 cm, tuangkan sampah kemudian diinjak-injak,
selanjutnya diberi bambu yang telah dilubang sebagai rongga udara
5. Pengukuran
suhu dilakukan setiap hari dengan menggunakan thermometer alkohol selama ± 1-2
menit hari ke -3 pertama ukuran suhu
(<50°C) tumpukan dibalik dan disiram, hari ke-6 ukuran suhu (< 50°C)
tumpukan dibalik dan disiram, hari ke-9 kuran suhu (< 50°C) tumpukan dibalik
dan disiram, hari ke-13 masuk pematangan kompos ukuran suhu (<50°C) tumpukan
dibalik dan disiram, hari ke-16 masuk pematangan kompos ukuran suhu (<50°C)
tumpukan dibalik, hari ke-19 masuk pematangan kompos ukuran suhu (<50°C)
tumpukan dibalik. Proses pematangan sesuai pelaksanaan di lapangan yaitu 22-28
hari atau sebagai lanjutan pelaksanaan proses pelapukan dan pematangan lanjutan
dengan ukuran suhu (<50°C/55°C), dibalik tanpa disiram; Hari ke-21 sampai
hari ke-28 pendinginan dilanjutkan dengan penghamparan sampai pupuk benar-benar
kering.
6. Setelah
sampah kering dilanjutkan dengan pengayakan untuk menghasilkan kompos halus.
III.
JADWAL
KEGIATAN
Tabel 1. Jadwal
Kegiatan Program Kegiatan Mahasiswa
No.
|
Kegiatan
|
Waktu (Bulan)
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1
|
Penyusunan
proposal
|
![]() |
|
|
|
|
2
|
Persiapan
penelitian
|
|
![]() |
![]() |
|
|
3
|
Pelaksanaan
penelitian
|
|
|
![]() ![]() ![]() |
|
|
4
|
Analisis data
|
|
|
|
|
|
5
|
Penyusunan
laporan
|
|
|
|
|
![]() |
IV.
RANCANGAN
BIAYA
V.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Z. 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman.
Angkasa Raya. Bandung
Bey,
Yusnida, W. Syafii, dan Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (GA3) dan
air kelapa Terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan (phalaenopsis amabilis Bl) secara in
vitro. Jurnal Biogenesis Vol. 2(2):44
ISSN : 1829-5460. Riau
Katuuk,
J.R.P. 2000. Aplikasi Mikropropagasi Anggrek Macan (Grammatohyllum sciptum) dengan Menggunakan Air Kelapa. Jurnal Penelitian IKIP Manado.1a
(iv):290-298
Prajnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta.
Penebar swadaya.
Rukmana, R. 1996. Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik : Seri
Budi Daya.
Yokyakarta. Kanisius