Ibu Pertiwi yang kita cintai ini bernama Indonesia, sebuah negara kepulauan yang memiliki nama lain Nusantara. Negeri ini juga disebut-sebut sebagai Zamrud Khatulistiwa. Sejak duduk dibangku sekolah dasar, kita pasti telah mengetahui alasan yang menjadikannya menyandang gelar demikian. Gelar tersebut diberikan karena Indonesia terletak di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT. Berdasarkan letak astronomis tersebut, maka Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian sama besarnya. Ditambah lagi kepulauannya terletak di antara benua Asia dan Australia, serta dikelilingi oleh Samudera Hindia dan Pasifik,  menempatkannya dalam wilayah strategis dunia. Disamping itu pula, letak astronomis dan geografis tersebut menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis dan ribuan pulau yang berjajar sepanjang 5.120 km yang terdiri dari 30% daratan dan 70% lautan, menjadikan wilayah Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya. Salah satu kekayaan terbesar yang dimiliki Indonesia adalah hutan. Hutan yang terbentang hijau dari Sabang hingga Merauke, tersebar di seluruh pulau mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, serta pulau-pulau yang berukuran kecil lainnya dan terhampar mulai dari tepi pantai hingga puncak pegunungan. Maka jika dilihat dari angkasa, kepulauan Indonesia terlihat begitu indah, hijau dan memukau bak untaian batu zamrud di khatulistiwa.


Hutan Indonesia merupakan kekayaan yang berharga bukan hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bagi seluruh penduduk dunia. Iklim yang hangat dengan curah hujan yang tinggi, menyebabkan Indonesia memiliki hutan dengan tipe hutan hujan tropis. Hal tersebut juga menjadikan negara ini memiliki tanah yang subur dan habitat yang nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai makhluk hidup sehingga negara ini pun memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Negeri ini juga dianggap sebagai pemilik hutan terluas ke tiga di dunia setelah Brazil dengan Lembah Amazon dan Kongo dengan Jantung Kegelapan. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil oksigen terbesar dan paru-paru dunia.

Manusia dan hewan yang bernafas dengan paru-paru mempertahankan hidupnya dengan menghirup oksigen (O2) di udara. Di dalam paru-paru terjadi penukaran oksigen dari udara dengan karbondioksida (CO2) dari darah. Karbondioksida kemudian dihembuskan melalui hidung atau lubang mulut hingga kembali terlepas ke udara. Demikian terjadi berulang-ulang dalam pernapasan manusia. Prinsip yang serupa tapi tak sama terjadi pada Hutan Indonesia. Tidak hanya menyerap karbondioksida yang dibuang oleh saluran pernapasan penduduk negeri ini dan dunia, tetapi juga karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, mesin-mesin dan pabrik-pabrik. Negara-negara maju dalam hal industri merupakan penghasil karbondioksida dalam jumlah yang sangat besar. Sebagian besar gas karbondioksida tersebut terkumpul di atmosfer dan terbawa angin ke hutan Indonesia yang kemudian digantikan dengan oksigen yang sejuk dari hasil fotosintesis. Bisa dibayangkan betapa pentingnya keberadaan hutan Indonesia.
Dan saat ini Indonesia menjadi sorotan mata dunia, bukan karena kepiawaiannya menjalankan peran tersebut, melainkan karena kerusakan hutan (deforestasi) yang semakin memprihatinkan. Pada tahun 2007, Indonesia ditetapkan sebagai “ negara yang memiliki tingkat kehancuran hutan tercepat di antara negara-negara yang memiliki 90 persen dari sisa hutan di dunia“ dalam Guinness World Records. Hal tersebut disebabkan pengaruh sektor ekonomi dalam kapitalisme yang semakin merajarela, menekan Ibu Pertiwi untuk mengorbankan simpanan kekayaannya. Penggundulan dan pembakaran hutan serta konversi lahan merupakan  jalan utama yang digunakan para kapitalis untuk semakin memakmurkan diri di dunia. 

Menurut Greenpeace, pengerusakan hutan menyumbang 20% dari emisi GRK setiap tahun. Diantaranya yang melakukan pengerusakan hutan adalah industri pulp dan kertas, yang ternyata kebanyakan tidak membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) terlebih dulu. Akibatnya, bahan baku dari industri ini mengandalkan pembalakan hutan alam secara besar-besaran bahkan terkadang dilakukan secara ilegal. Industri kertas telah merusak hutan seluas >10 juta hektar selama lebih dari 60 tahun terakhir dan telah menggunduli sebanyak 40% dari luas hutan Indonesia. Belum lagi ditambah hutan yang lenyap akibat konversi dan perluasan kelapa sawit. Berkat hal tersebut, Indonesia menjadi negara pencemar polusi ketiga terbesar di dunia setelah Amerika dan Cina. 85% emisi yang dihasilkan adalah bersumber dari penghancuran hutan dan konversi lahan. Sungguh sebuah ironi,  negara ini ternyata berperan ganda sebagai paru-paru dan juga knalpot dunia.
Greenpeace memperkirakan sekitar 83% hutan di Papua Nugini yang dimanfaatkan secara komersial akan lenyap atau menyusut pada tahun 2021 jika laju pembalakan terus dilakukan. Sebelum hal itu terjadi dan semuanya berubah menjadi arang dan asap, marilah kita mulai peduli dengan bersama-sama turut serta dalam protect paradise Indonesia yang masih tersisa.
(http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/melindungi-hutan-alam-terakhir/hutan-dan-perubahan-iklim/).
 (http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/Perusahaan-Kelapa-Sawit-Harus-Membersihkan-Diri-Dari-Kebakaran-Hutan-Indonesia/).