Indonesia merupakan negara
tropis yang dikaruniai Tuhan dengan sumber daya alam yang sangat kaya. Salah
satu kekayaan sumber daya alam tersebut adalah hutan. Hutan Indonesia sejatinya
berharga bukan hanya bagi bangsa Indonesia sendiri, tetapi juga bagi seluruh
penduduk di dunia. Indonesia dianggap sebagai pemilik hutan terluas ke tiga di
dunia setelah Brazil dengan Lembah Amazon dan
Kongo dengan Jantung Kegelapan. Hal
tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil oksigen
terbesar dan paru-paru dunia. Selain itu, hutan Indonesia dengan iklim yang
hangat dan curah hujan yang tinggi memberikan habitat yang nyaman bagi pertumbuhan
dan perkembangan berbagai keanekaragam hayati.
Namun, Indonesia hari
ini kembali tak mampu luput dari tragedi. Menjadi sorotan di mata dunia, bukan
karena kehebatannya memiliki sumber daya alam yang kaya, melainkan karena deforestasi
yang semakin memprihatinkan. Hutan yang merupakan salah satu simpanan
kekayaan negeri yang kita cintai, kini tengah berada dalam kejahatan
eksploitasi. Ya, KEJAHATAN EKSPLOITASI... yang berarti suatu tindakan merugikan yang tidak pantas dan tidak dapat dibiarkan, yang menimbulkan
kegoncangan dalam masyarakat yang disebabkan oleh
pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan. Kalimat tersebut bukanlah
sekedar penggabungan antara majas hiperbola dan ironi, melainkan kenyataan yang
terjadi adalah seperti itu. Hal tersebut bukanlah disebabkan
oleh bencana alam yang tak disengaja, melainkan jelas pengaruh sektor ekonomi
dalam kapitalisme yang semakin merajarela. Penggundulan untuk konversi lahan dengan
cara pembakaran merupakan jalan utama
yang digunakan para kapitalis demi memakmurkan diri di dunia.
Menurut Greenpeace, pengerusakan hutan
menyumbang 20% dari emisi GRK setiap tahun. Diantaranya yang melakukan
pengerusakan hutan adalah industri pulp dan kertas, yang ternyata kebanyakan
tidak membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) terlebih dulu. Akibatnya, bahan
baku dari industri ini mengandalkan pembalakan hutan alam secara besar-besaran
bahkan terkadang dilakukan secara ilegal. Industri kertas telah merusak hutan
seluas >10 juta hektar selama lebih dari 60 tahun terakhir dan telah
menggunduli sebanyak 40% dari luas hutan Indonesia. Belum lagi ditambah hutan
yang lenyap akibat konversi dan perluasan kelapa sawit. Berkat hal tersebut,
Indonesia menjadi negara pencemar polusi ketiga terbesar di dunia setelah
Amerika dan Cina. 85% emisi yang dihasilkan adalah bersumber dari penghancuran
hutan dan konversi lahan.
Inspektur Utama Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bintang Susmanto saat berkunjung ke
Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (25/9/2014) berkata “Ada delapan provinsi di Indonesia berada
dalam status siaga darurat bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Delapan
provinsi itu yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Sementara
musim kemarau diprediksi hingga Januari 2015”. Bintang mengatakan BNPB dan BPBD
tengah membentuk tim terpadu penanggulangan bencana asap serta kebakaran hutan
dan lahan di daerah. Satu di antaranya kegiatan hujan buatan melalui teknologi
modifikasi cuaca. (http://news.metrotvnews.com/read/2014/09/25/296711/delapan-provinsi-siaga-darurat-kebakaran-hutan)
Sementara itu, Kepala
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) Sumsel, Syamsul Maarif mengatakan,
kebakaran hutan dan lahan di sejumlah provinsi menimbulkan kerugian besar.Selain
membahayakan kesehatan masyarakat, pemerintah harus menggelontorkan dana yang
tidak sedikit dalam menanggulangi bahaya asap dari kebakaran. Menurut Syamsul,
pemerintah telah mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan dengan
mendirikan posko penanggulangan di tiap provinsi yang berpotensi terjadinya
kebakaran. Namun Syamsul mengakui tetap saja pihaknya kesulitan melakukan
tindak pencegahan. "Persoalannya ini bukan kebakaran tapi dibakar.
Harusnya bisa dicegah, tapi antara teori dan praktek di lapangan berbeda.
Kenyataannya kita berperang lawan asap sampai padam. Tahun depan akan terjadi
lagi begini, kalau kita tidak mengubah cara penanggulangannya lewat
pencegahan," paparnya. (http://palembang.tribunnews.com/2014/09/23/wapres-pimpin-rapat-penanggulangan-kebakaran-hutan)
Greenpeace menyerukan kepada
Pemerintah Indonesia untuk segera menerapkan Moratorium pembukaan hutan
termasuk pada industri penebangan, dengan tujuan untuk membantu mengendalikan
emisi gas rumah kaca, menjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati hutan
tropis, dan melindungi kehidupan jutaan orang dan komunitas yang bergantung
kepada hutan di seluruh Indonesia.
Moratorium deforestasi adalah
mekanisme untuk menahan kehancuran hutan, sementara itu moratorium juga
menyediakan waktu dan ruang yang dibutuhkan untuk membangun jaringan dari area
yang dilindungi dan area yang memang didedikasikan untuk pengelolaan hutan yang
bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Hutan yang
digunakan dan dikelola oleh masyarakat dapat menjadi jaring pengaman melalui
proses penggunaan lahan secara partisipatif yang memastikan penghargaan kepada
hak hak masyarakat adat dan komunitas yang bergantung kepada hutan
Moratorium Greenpeace meminta:
1.
Tidak ada lahan perkebunan
baru didalam peta areal hutan
2.
Tidak ada perkebunan yang
dilakukan di lahan gambut yang terdegradasi
3.
Tidak ada perkebunan atau
perluasan perkebunan setelah November 2005 pada area bernilai konservasi tinggi
yang telah mengalami deforestasi atau degradasi
4.
Tidak ada perkebunan atau
perluasan perkebunan yang dilakukan pada lahan milik masyarakat adat atau
komunitas yang bergantung kepada hutan tanpa adanya pengutamaan terhadap
kebebasan mereka dan tanpa adanya persetujuan mereka.
5.
Membangun rantai jaringan
lengkap pasokan yang bisa dilacak dan pemisahan sistem yang akan mengeluarkan
minyak kelapa sawit dari grup yang gagal memenuhi kriteria tersebut
Sangat penting untuk menghentikan deforestasi secara global sehingga semua
negara harus terlibat dalam solusi tersebut. Negara negara industri diharuskan
untuk membeli sebagian dari emisi yang dijinkan dalam Protokol Kyoto, melalui
sebuah lelang yang akan menghasilkan pendanaan yang dibutuhkan untuk menahan
laju deforestasi. Hal ini juga akan memberikan penghematan bagi negara negara
industri sekaligus mengurangi sekitar 20 % dari total emisi karbon global.
Sebuah pendanaan hutan akan memungkinkan bagi negara berkembang untuk menjaga
hutannya tetap berdiri dan terjaga. Untuk mewujudkan semua itu yang dibutuhkan
segera hanyalah negara negara dunia untuk beraksi sekarang juga. (http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/melindungi-hutan-alam-terakhir/moratorium/)
www.100persenindonesia.org
www.100persenindonesia.org