LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN


IDENTIFIKASI VEGETASI MANGROVE YANG DIPEROLEH DARI UJUNG ALANG, SEGARA ANAKAN










 











Oleh
Maspenti
B1J009118














KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN


IDENTIFIKASI VEGETASI MANGROVE YANG DIPEROLEH DARI UJUNG ALANG, SEGARA ANAKAN







 










Oleh
Maspenti
B1J009118





Diajukan sebagai Pedoman untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan
pada Program Strata Satu Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman









KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN


IDENTIFIKASI VEGETASI MANGROVE YANG DIPEROLEH DARI UJUNG ALANG, SEGARA ANAKAN





Oleh
Maspenti
B1J009118




Diterima dan Disetujui
Pada tanggal :      Juni 2012








Mengetahui,
Pembantu Dekan I Fakultas Biologi
     Dosen Pembimbing PKL                            Universitas Jenderal Soedirman




    
 Dr. rer. nat. Erwin Riyanto Ardli, MSc           Drs. Agus Hery Susanto, M.S.
      NIP 19730722 199702 1 001                           NIP 19590814 198603 1 004                          





PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan dengan judul “ Identifikasi Vegetasi Mangrove yang Diperoleh dari Ujung Alang, Segara Anakan ” ini telah terselesaikan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan, pelaksanaan, hingga penyelesaian laporan praktek kerja lapangan ini, khususnya kepada:
(1)    Drs. Agus Hery Susanto, M.S. selaku Pembantu Dekan I yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan PKL.
(2)    Dr. rer. nat. Erwin R Ardli, MSc. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam menyusun rencana Praktek Kerja Lapangan ini
(3)    Drs. Sarwanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan untuk melaksanakan PKL.
(4)    Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan rencana PKL ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Purwokerto,     Juni 2012

                                                                     Penulis
DAFTAR ISI
                        Hal
HALAMAN JUDU L......................................................................................       i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................      iii
PRAKATA.......................................................................................................      iv
DAFTAR ISI...................................................................................................       v
I.    PENDAHULUAN....................................................................................       1
II.   MATERI DAN METODE........................................................................       7
        A.  Materi.................................................................................................       7
        B.  Metode................................................................................................       7
III.   EVALUASI HASIL KERJA..................................................................       9
A. Deskripsi Umum Ujung Alang, Segara Anakan...................................       9
B. Deskripsi Umum Mangrove..................................................................      11
C. Karakterisasi dan Identifikasi Mangrove..............................................      14
DAFTAR REFERENSI...................................................................................      32
LAMPIRAN....................................................................................................      34










DAFTAR GAMBAR
                                                                                                                      Halaman
1. Gambar Bentuk-bentuk Perakaran Mangrove .......................................              5
2. Gambar Berbagai Jenis Buah Mangrove.................................................              6
3. Peta Ujung Alang, Segara Anakan.........................................................              7
4. Acanthus ebracteatus..............................................................................            14
5. Acanthus ilicifolius..................................................................................            16
6. Acrosticum aureum.................................................................................           17
7. Aegiceras corniculatum .........................................................................            18
8. Avicennia alba........................................................................................            20
9. Bruguiera gymnorrhiza...........................................................................            21
10. Derris trifoliata.....................................................................................            22
11. Nypa fruticans.......................................................................................            24
12. Rhizophora apiculata............................................................................            25
13. Rhizophora mucronata.........................................................................            26
14. Soneratia caseolaris..............................................................................            28
15. Xylocarpus granatum............................................................................            29


                                                                                                                                   







I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara umum mangrove merupakan pohon dan semak-semak yang umumnya tumbuh di zona intertidal dan mampu beradaptasi dengan lingkungan di bawah level air tertinggi pada pasang. Ekosistem mangrove merupakan komunitas dari tumbuhan atau hutan yang beradaptasi dari salinitas dan pasang surut air laut. Ekosistem ini memiliki peranan penting dan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat khususnya di sekitar pantai. Manfaat hutan mangrove secara fisik antara lain menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari abrasi, menahan tiupan angin kencang dari laut, serta menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan ail laut (intrusi). Secara biologis hutan mangrove berfungsi sebagai tempat memijah dan berkembangbiaknya berbagai hewan air, tempat berlindung dan berkembang biak burung dan satwa lain, serta berfungsi sebagai sumber plasma nutfah. Selain itu juga, secara ekonomis hutan mangrove memiliki fungsi sebagai penghasil kayu dan bahan bangunan, penghasil bahan baku industry, bibit ikan, tempat rekreasi, serta penelitian dan pendidikan (Romadhon, 2008)
Indonesia merupakan kawasan ekosistem mangrove terluas di dunia. Namun sayangnya, luas hutan mangrove di Indonesia terus berkurang dengan cepat karena tingginya tingkat aktifitas manusia di wilayah pesisir dan konversi lahan mangrove untuk berbagai kepentingan, antara lain pembukaan tambak, penebangan hutan mangrove, pencemaran lingkungan, reklamasi dan sedimentasi, pertambangan, dan sebab-sebab alam seperti badai atau tsunami, dan lain-lain (Pramudji, 2004). Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1982 sekitar 4.251.100 ha,, sedangkan pada tahun 1996 luasnya mengalami penurunan menjadi 3.533.600 ha (Kitamura et al, 1997).  Segara anakan termasuk hutan mangrove yang paling luas di Pulau Jawa merupakan salah satu  kawasan hutan mangrove yang mengalami penurunan luasan dengan cepat (Pemda TK II Cilacap, 1998).  Diinformasikan oleh Departemen Pekerjaan Umum (1996) pada tahun 1930 luas kawasan hutan mangrove Segara Anakan adalah 35.000 ha dengan kondisi yang sangat baik, tetapi saat ini tinggal 12.000 ha dan sekitar 5.600 ha dalam kondisi terganggu.
Salah satu kawasan hutan mangrove yang terdapat di Segara Anakan dengan kondisi yang masih cukup baik hingga saat ini adalah terdapat di Desa Ujung Alang seluas ± 3.428 ha (Pemda TK II Cilacap, 1998).  Penurunan luasan hutan mangrove di Segara Anakan juga diikuti hilanngya berapa jenis mangrove karena ditebang oleh masyarakat. Cepatnya penurunan luasan yang diakibatkan oleh beralih fungsinya lahan menjadi tambak dan lahan pertanian tentunya juga akan mengubah struktur populasi maupun pola distribusi mangrove yang ada.  Kondisi tersebut masih diperparah oleh tingginya tingkat sedimentasi dari Sungai Citandui dan Cikonde sehingga mempercepat hilangnya laguna Segara Anakan karena berubah menjadi daratan. Tingginya tingkat sedimentasi tersebut akan mengubah pola sebaran dari benih maupun tingkat rekolonisasi (Kitamura et al, 1997).
Flora tumbuhan mangrove di Indonesia terdiri dari 47 spesies pohon, 5 spesies semak, 9 spesies herba dan rumput, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasit, di samping beberapa spesies algae dan bryophyta (Departemen Kehutanan, 1997). Di Segara Anakan terdapat 27 spesies tumbuhan mangrove terdiri dari 13 spesies mayor, 8 spesies minor, dan 6 spesies tumbuhan asosiasi (Setyawan et al, 2002). Jenis pohon mangrove yang mudah ditemukan adalah Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza dan, Aegiceras corniculatum, sedangkan Avicennia, Sonneratia banyak dijumpai sebagai tumbuhan pioneer daerah akresi, dimana Avicennia tumbuh pada endapan tanah yang lebih lembek daripada Sonneratia (Kitamura et al, 1997).
Selama beberapa tahun hutan ini mengalami kerusakan terbukti dengan adanya dominasi tumbuhan muda berupa pohon-pohon kecil yang membentuk semak dengan tinggi sekitar 5 m, sedangkan pohon-pohon besar telah ditebang dan banyak dijual sebagai kayu bakar. Tempat-tempat tebuka bekas penebangan didominasi Derris trifoliata, Finlaysonia maritima, dan Acanthus illicifolius yang berkompetisi dengan sedling pohon mangrove (Soemodihardjo et al., 1988; Winarno et al, 2003).
Secara umum, ada 4 (empat) cara dalam mengenal suatu jenis flora, yaitu (a)  bertanya kepada orang yang ahli, (b) mencocokkan dengan herbarium yang telah diidentifikasi, (c) membandingkan dengan gambar dan deskripsi yang terdapat pada buku flora, dan (d) menggunakan kunci identifikasi. Karakter yang digunakan dalam pengenalan suatu jenis adalah karakter morfologi yang bersifat khas dan mantap. Oleh karena itu, setiap yang ingin mengenal jenis flora, termasuk mangrove, minimal memiliki pengetahuan tentang morfologi tumbuhan (Onrizal, 2008).
Identifikasi dalam berbagai buku taksonomi, didasarkan pada morfologi bunga dan buah, namun sulit diaplikasikan di lapangan, mengingat tidak setiap waktu dijumpai bagian bunga dan buah. Oleh karena itu, pengenalan berdasarkan karakter morfologi dari bagian vegetatif, seperti akar, batang, daun, dan getah banyak dikembangkan yang tidak bergantung pada keberadaan bagian generatif (Onrizal, 2008).
Flora mangrove dapat dikenali berdasarkan karakteristik morfologi dari setiap bagian penyusunnya, seperti akar, batang, daun, bunga dan buah. Saat ini, pengenalan jenis flora mangrove juga dapat mengacu pada buku panduan atau publikasi terkait floristik mangrove yang telah tersedia, seperti Kitamura et al. (1997), Noor et al. (1999), dan Onrizal et al. (2005). Dalam berbagai publikasi tersebut, karakter yang sering digunakan adalah perawakan (habitus), tipe akar, daun, bunga, dan buah (Onrizal, 2008). 
Berdasarkan perawakannya, flora mangrove dibagi ke dalam lima kategori, yaitu: pohon (tree), semak (shrub),  liana (vine), paku/palem (fern/palm), dan herba/rumput (herb/grass). Flora mangrove memiliki sistem perakaran yang khas, sehingga bias digunakan untuk pengenalan di lapangan. Bentuk-bentuk perakaran tumbuhan mangrove yang khas tersebut adalah sebagai berikut (Onrizal, 2008):
a. Akar pasak (pneumatophore). Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem  akar kabel dan memanjang keluar ke  arah  udara seperti pasak. Akar pasak ini terdapat pada  Avicennia, Xylocarpus dan Sonneratia.         
b. Akar lutut (knee root). Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh ke arah permukaan substrat kemudian melengkung menuju ke substrat lagi. Akar lutut seperti ini terdapat pada Bruguiera spp.
c. Akar tunjang (stilt root). Akar tunjang merupakan akar (cabang-cabang akar) yang keluar dari batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp.
d. Akar papan (buttress root). Akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar ini melebar menjadi  bentuk lempeng, mirip struktur silet. Akar ini terdapat pada Heritiera.
e. Akar gantung (aerial root). Akar gantung adalah akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang bagian  bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Akar gantung terdapat pada   Rhizophora, Avicennia dan Acanthus.
a                                   b                                   c                              d
Gambar  bentuk-bentuk perakaran mangrove. (a) akar tunjang, (b) akar lutur, (c) akar pasak, (d) akar papan
Umumnya marga pohon mangrove mempunyai satu atau lebih tipe akar. Berbagai bentuk perakaran tersebut merupan salah satu cara adaptasi tumbuhan mangrove terhadap kondisi habitat yang sering tergenang air pasang, sehingga tanahnya bersifat anaerob.
Beberapa jenis mangrove memiliki morfologi buah yang sangat spesifik, sehingga dapat dijadikan alat identifikasi yang baik. Ada beberapa bentuk khas buah mangrove, yaitu :  bulat memanjang (cylindrical), bola (ball), seperti kacang buncis (bean-like), dan sebagainya. Morfologi buah yang spesifik tersebut merupakan bentuk adaptasi, yakni antisipasi terhadap habitat yang tergenang dan substratnya yang berlumpur, dimana biji flora mangrove telah berkecambah selagi masih melekat pada pohon induknya. Fenomena ini disebut vivipari dan kriptovivipari (Onrizal, 2008).
Gambar berbagai jenis buah mangrove. vivipari: (a) Rhizophora mucronata, (b) R. apiculata, (c) Bruguiera gymnorrhiza, (d) Ceriops tagal, (e) R. stylosa, (f) Aegiceras corniculatum; dan kriptovivipari: (g) Avicennia marina, (h) Sonneratia caseolaris, dan (i) S. alba.
Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah mengidentifikasi spesies vegetasi mangrove yang diperoleh dari Ujung Alang, Segara Anakan

II.    MATERI DAN METODE
A.    Materi
Alat yang digunakan dalam PKL ini antara lain, kantong plastik bening ukuran 5 kg, buku tulis, pulpen, kamera digital, buku identifikasi dan laptop
Bahan yang digunakan adalah koleksi beberapa daun, batang dan propagul vegetasi mangrove yang diperoleh dari Ujung Alang, Segara Anakan, serta foto hasil dokumentasi di lapangan.

B.     Metode
            Koleksi jenis-jenis tumbuhan mangrove dilakukan dengan metode survei (penjelajahan). Identifikasi spesies mangrove merujuk pada buku tentang identifikasi mangrove, yaitu buku Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Noor et al, 2006). Berikut cara kerja secara skematis:
1.      Alat dan Bahan disiapkan.
2.    Sampel di peroleh dari desa Ujung Alang, Segara Anakan.  Pengambilan dilakukan dengan metode survei.
Peta Ujung Alang, Segara Anakan
3.        Beberapa bagian sampel yang dibawa untuk diidentifikasi yaitu berupa daun, buah/propagul dan bunga. Kemudian difoto bagian yang tidak dapat dibawa.
4.        Kemudian dilakukan identifikasi dengan mengamati bagian morfologi sampel yang dibawa maupun yang difoto dengan menggunakan buku identifikasi mangrove, yaitu buku Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Noor et al, 2006).

















III.  EVALUASI HASIL KERJA
A.    Deskripsi Umum Ujung Alang, Segara Anakan
Laguna Segara Anakan merupakan perairan yang berlokasi di daerah muara pantai selatan Jawa Tengah, di perbatasan antara kabupaten Ciamis, Jawa Barat dan kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Segara Anakan merupakan kawasan lahan basah yang sebagian besar tertutup oleh 26 jenis tanaman mangrove. Ekosistem mangrove di kawasan Segara Anakan merupakan tempat pemijahan, mencari makan, dan membesarkan diri dari setidaknya 45 jenis ikan laut, 85 jenis burung, dan beragam satwa lainnya (Bappenas, 2010).
Kawasan Segara Anakan dari tahun ke tahun terus mendapat tekanan akibat aktivitas manusia. Penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan pada kawasan kota dan kerusakan hutan di daerah hulu sungai menyebabkan tingginya tingkat erosi pada sungai yang bermuara ke laguna. Adanya sedimentasi mengakibatkan terjadinya pendangkalan serta penyempitan luasan laguna (Bappenas, 2010).
Ekosistem mangrove kawasan Segara Anakan juga mengalami tekanan lingkungan yang sangat tinggi akibat penebangan liar. Masyarakat melakukan penebangan liar karena alasan kondisi ekonomi seperti untuk keperluan membuka areal pertambakan, pertanian, permukiman, dan pemanfaatan kayu mangrove sebagai material bangunan serta bahan baku arang untuk kebutuhan industri (Bappenas, 2010).
Salah satu kawasan hutan mangrove yang terdapat di Segara Anakan dengan kondisi yang masih cukup baik hingga saat ini adalah terdapat di Desa Ujung Alang seluas ± 3.428 ha (Pemda TK II Cilacap, 1998).  Penurunan luasan hutan mangrove di Segara Anakan juga diikuti hilanngya berapa jenis mangrove karena ditebang oleh masyarakat. Cepatnya penurunan luasan yang diakibatkan oleh beralih fungsinya lahan menjadi tambak dan lahan pertanian tentunya juga akan mengubah struktur populasi maupun pola distribusi mangrove yang ada.  Kondisi tersebut masih diperparah oleh tingginya tingkat sedimentasi dari Sungai Citandui dan Cikonde sehingga mempercepat hilangnya laguna Segara Anakan karena berubah menjadi daratan. Tingginya tingkat sedimentasi tersebut akan mengubah pola sebaran dari benih maupun tingkat rekolonisasi (Kitamura et al, 1997).
Selama beberapa tahun hutan ini mengalami kerusakan terbukti dengan adanya dominasi tumbuhan muda berupa pohon-pohon kecil yang membentuk semak dengan tinggi sekitar 5 m, sedangkan pohon-pohon besar telah ditebang dan banyak dijual sebagai kayu bakar. Tempat-tempat tebuka bekas penebangan didominasi Derris trifoliata, Finlaysonia maritima, dan Acanthus illicifolius yang berkompetisi dengan sedling pohon mangrove (Soemodihardjo et al., 1988; Winarno et al, 2003).
Penyelamatan mangrove sebagai upaya menekan degradasi lingkungan, telah didengungkan Pemerintah Kabupaten Cilacap sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan dalam setiap kesempatan, Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamudji, menjadikan reboisasi mangrove sebagai gerakan bersama. Meski demikian, jauh sebelumnya, warga Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, yang tinggal di sekitar Segara Anakan telah mengawali kegiatan penyelamatan mangrove. Virus tersebut pertama kali ditularkan oleh Thomas Hery Wahyono (46), yang pada 2004 membentuk kelompok Krida Wana Lestari dan berubah nama menjadi Patra Krida Wana Lestari pada tahun 2009 (Kompas, 2011).
Setelah dimulai secara mandiri oleh Wahyono sejak 1999, lambat laun semangat menyelamatkan tanaman mangrove menjadi kesadaran bersama warga. Meski awalnya didasari pada kepentingan ekonomi akibat kian sulitnya mencari kayu untuk pembuatan rumah, secara bertahap, warga Desa Ujung Alang yang merupakan salah satu daerah terpencil di Cilacap, mulai memahami penanaman mangrove di sekitar rumah dapat meningkatkan kelestarian ekosistem yang berkelanjutan (Kompas, 2011).
B.     Deskripsi Umum Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa  Inggris grove (MacNae, 1968). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut, sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu jenis tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut.  MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk jenis pohon-pohon atau semak belukar yang tumbuh diantara pasang surut air laut, dan kata mangal digunakan bila berhubungan dengan komunitas hutan (Noor et al, 2006). Berdasarkan SK Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/Kpts/Dj/I/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari genangan pada waktu surut.  
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau. Selain itu, oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya dengan rumpun bahasa Melayu, hutan magrove sering disebut dengan hutan bakau. Namun demikian, penggunaan istilah hutan bakau untuk sebutan hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Dengan demikian, penggunaan istilah hutan mangrove hanya tepat manakala hutan tersebut hanya disusun oleh jenis-jenis dari marga Rhizophora, sedangkan apabila hutan tersebut juga disusun bersamaan dengan jenis dari marga yang lain, maka istilah tersebut tidak tepat lagi untuk digunakan (Onrizal, 2008).
Tumbuhan mangrove umumnya mudah dikenali karena  memiliki sistem perakaran yang sangat menyolok, serta tumbuh pada kawasan pantai di antara rata-rata pasang dan pasang tertinggi (Setyawan et al, 2005). Ekosistem mangrove adalah suatu system yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove, namun tanpa hadirnya tumbuhan mangrove, kawasan ini tidak dapat disebut ekosistem mangrove (Setyawan et al, 2005). Komposisi dan struktur vegetasi mangrove berbeda-beda, secara spasial maupun temporal akibat pengaruh geofisik, geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim, faktor edafik dan kondisi lingkungan lainnya (Setyawan et al, 2005).
Tumbuhan mangrove memiliki ciri-ciri (i) tumbuhan berpembuluh (vaskuler), (ii) beradaptasi pada kondisi salin, dengan mencegah masuknya sebagian besar garam dan mengeluarkan atau menyimpan kelebihan garam, (iii) beradaptasi secara reproduktif dengan menghasilkan biji vivipar yang tumbuh dengan cepat dan dapat mengapung, serta (iv) beradaptasi terhadap kondisi tanah anaerob dan lembek dengan membentuk struktur pneumatofor (akar napas) untuk menyokong dan mengait, serta menyerap oksigen selama air surut (Setyawan et al, 2005). Komunitas mangrove terdiri dari tumbuhan, hewan, dan mikrobia, namun tanpa kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat disebut ekosistem mangrove (Setyawan et al, 2005). Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove.
Tumbuhan mangrove di Indonesia terdiri dari 47 spesies pohon, 5 spesies semak, 9 spesies herba dan rumput, 29 spesies epifit, 2 spesies parasit, serta beberapa spesies algae dan bryophyta (Setyawan et al, 2005). Formasi hutan mangrove terdiri dari empat genus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera (Setyawan et al, 2005), terdapat pula Aegiceras, Lumnitzera, Acanthus illicifolius, Acrosticum aureum, dan Pluchea indica (Setyawan et al, 2005) Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans dan beberapa jenis Cyperaceae (Setyawan et al, 2005). Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian paling luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah didominasi Bruguiera gymnorrhiza, bagian ketiga didominasi Xylocarpus dan Heritieria, bagian dalam didominasi Bruguiera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas (Setyawan et al, 2005). Pada masa kini pola zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju perubahan habitat akibat pembangunan tambak, penebangan hutan, sedimentasi/ reklamasi, dan pencemaran lingkungan (Setyawan et al, 2005), meskipun masih dapat dirujuk pada pola zonasi tersebut (Setyawan et al, 2005).
Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Selanjutnya ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organism (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove (Onrizal, 2008).
  1. Identifikasi Vegetasi Mangrove Ujung Alang, Segara Anakan
Vegetasi mangrove hasil identifikasi yang diperoleh dari Ujung Alang, Segara Anakan, diantaranya adalah Acanthus ilicifolius, Acanthus  ebracteatus, Acrosticum aureum, Aegiceras corniculatum,  Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Derris trifoliata, Nypa fruticans, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris, dan Xylocarpus granatum. Identifikasi dilakukan dengan cara mengamati morfologi vegetasi mangrove tersebut yaitu meliputi habitus, akar, daun dan buah. Berikut adalah cirri-ciri khusus hasil vegetasi mangrove hail identifikasi:
·         Acanthus ebracteatus
Daun dan Buah
 
Habitus
 
        
Acanthus ebracteatus merupakan tumbuhan semak yang banyak terdapat di sekitar tebing atau muara sungai yang mengalami pasang surut.  Hampir sama dengan A. ilicifolius, tetapi seluruh bagiannya lebih kecil.
Daun: Pinggiran daun umumya rata kadang bergerigi seperti A. ilicifolius. Daunnya berbentuk daun tunggal dengan bagian menghadapnya bersilangan, bagian ujung daunnya meruncing hampir  membentuk duri, daun berukuran 7-20 x  4-10 cm.
Bunga: Mahkota bunga berwarna biru muda hingga ungu lembayung cerah, kadang agak putih di bagian ujungnya. Panjang tandan bunga lebih pendek dari A. ilicifolius, sedangkan bunganya sendiri 2-2,5 cm. Bunga hanya mempunyai satu pinak daun utama, karena yang sekunder biasanya cepat rontok. Bunga terletak di ujung dan membentuk seperti bulir.
Buah: Warna buah saat masih muda hijau cerah dan permukaannya licin mengkilat. Bentuk buah bulat lonjong seperti buah melinjo. Ukuran buah sekitar 2,53 cm dan ukuran biji 5-7 mm.
Penyebaran:  dari India hingga Australia tropis, Filipina dan Kepulauan Pasifik barat. Terdapat di seluruh Indonesia.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Scrophulariales
Famili              : Acanthaceae
Genus              : Acanthus
Spesies            : Acanthus ebracteatus Vahl.
·         Acanthus ilicifolius
Habitus
 
Daun, Bunga dan Buah
 
          
Acanthus ilicifolius merupakan tumbuhan herba, agak berkayu tapi lunak, batang dan cabang menjuntai ke tanah, ketinggian dapat mencapai 2 meter. Batang berwarna hijau muda sampai tua, percabangan muncul dari bagian btang dan tidak lebat (Pramudji, 2004)
Daun: Permukaan daun halus, tepi daun bergerigi besar-besar seperti gergaji atau agak rata dan secara gradual menyempit menuju pangkal. bagian menghadapnya bersilangan. Bentuk daun lanset lebar, ujungnya meruncing dan tepinya berduri tajam dengan ukuran 9-30 x 4-12 cm.
Bunga: terletak di ujung membentuk bulir. Mahkota bunga berwarna biru muda hingga ungu lembayung, kadang agak putih. Panjang tandan bunga 10-20 cm, sedangkan bunganya sendiri 5-4 cm. Bunga memiliki satu pinak daun penutup utama dan dua sekunder.  Pinak daun tersebut tetap menempel seumur hidup pohon.
Buah: Warna buah saat masih muda hijau cerah dan permukaannya licin mengkilat. Buah berbentuk bulat lonjong seperti buah melinjo. Ukuran buah sekitar 2,53 cm dengan ukuran biji 10 mm.
Penyebaran: dari India hingga Australia tropis, Filipina dan Kepulauan Pasifik barat. Terdapat di seluruh Indonesia.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Scrophulariales
Famili              : Acanthaceae
Genus              : Acanthus
Spesies            : Acanthus ilicifolius L.
·         Acrosticum aureum
Habitus
 
Daun
 
           
Acrosticum aureum merupakan jenis paku-pakuan dan pada umumnya membentuk rumpun yang lebat, tinggi rumpun rata-rata 0,5-1 meter, kadang mencapai sekitar 3 meter. Memiliki akar serabut.
Daun: Panjang daun mencapai 1-3 m, memiliki tidak lebih dari 30 pinak daun. Pinak daun letaknya berjauhan dan tidak teratur. Pinak daun terbawah selalu terletak jauh dari yang lain dan memiliki gagang yang panjangnya 3 cm. Ujung daun fertil berwarna coklat seperti karat. Bagian bawah dari pinak daun tertutup secara seragam oleh sporangia yang besar. Ujung pinak daun yang steril dan lebih panjang membulat atau tumpul dengan ujung yang pendek. Duri banyak, berwarna hitam. Peruratan daun menyerupai jaring. Sisik yang luas, panjang hingga 1 cm, hanya terdapat di bagian pangkal dari gagang, menebal di bagian tengah. Spora besar dan berbentuk tetrahedral.
Penyebaran: Pan-tropis. Terdapat di seluruh Indonesia.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Pteridophyta
Kelas               : Filicopsida
Ordo                : Polypodiales
Famili              : Pteridaceae
 Genus             : Acrostichum
Spesies            : Acrostichum aureum L.
·         Aegiceras corniculatum
Daun
 
Habitus
 
       
Aegiceras corniculatum merupakan tumbuhan berupa semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan ketinggian pohon mencapai 6 m.   Akar menjalar di permukaan tanah.  Kulit kayu bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah lentisel.
Daun: berkulit, terang, berwarna hijau mengkilat pada bagian atas dan hijau pucat di bagian bawah, seringkali bercampur warna agak kemerahan.  Kelenjar pembuangan garam terletak pada permukaan daun dan gagangnya.  Letak daun sederhana dan bersilangan.  Bentuk daun bulat telur terbalik hingga elips.  Ujungnya membundar dengan ukuran 11 x 7,5 cm.
Bunga: terletak di ujung, dalam satu tandan terdapat banyak bunga yang bergantungan seperti lampion, dengan masing-masing tangkai/gagang bunga panjangnya 8-12 mm. Karangan bunga membentuk  payung.  Daun Mahkota berjumlah 5 berwarna putih, ditutupi rambut pendek halus dengan ukuran 5-6 mm.  Kelopak Bunga berjumlah 5 berwarna putih - hijau.
Buah: berwarna hijau hingga merah jambon (jika sudah matang), permukaan halus, membengkok seperti sabit,.  Dalam buah terdapat satu biji yang membesar dan cepat rontok.  Panjang buah 5-7,5 cm dan diameter 0,7 cm.
Penyebaran: Sri Lanka, Malaysia, seluruh Indonesia, Papua New Guinea, Cina selatan, Australia dan Kepulauan Solomon.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Primulales
Famili              : Myrsinaceae
Genus              : Aegiceras
Spesies            : Aegiceras corniculatum (L.) Blanco
·         Avicennia alba
Daun
 
Habitus
 
         
Avicennia alba atau api-api putih merupakan tumbuhan belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal dan akar nafas yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari (atau seperti asparagus) yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain kadangkadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua, kadangkadang ditemukan serbuk tipis.
Daun: Permukaan halus, bagian atas hijau mengkilat, bawahnya pucat.  Letaknya berhadapan saling berlawanan.  Bentuknya lanset (seperti daun akasia) kadang elips. Ujungnya meruncing, berukuran 16 x 5 cm.
Bunga: Seperti trisula dengan gerombolan bunga (kuning) hampir di sepanjang ruas tandan.  Terletak di ujung/pada tangkai bunga.  Membentuk bulir (ada 10-30 bunga per tandan).  Daun Mahkota berjumlah  4, kuning cerah, 3-4 mm.  Kelopak Bunga berjumlah 5 dan 4 benang sari
Buah: Seperti kerucut/cabe/mente. Warnanya hijau muda kekuningan.  Ukurannya 4 x 2 cm
Penyebaran: Ditemukan di seluruh Indonesia. Dari India sampai Indo Cina, melalui Malaysia dan Indonesia hingga ke Filipina, PNG dan Australia tropis.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Scrophulariales
Famili              : Acanthaceae
Genus              : Avicennia
Spesies            : Avicennia alba Blume
Bruguiera gymnorrhiza
Daun dan Hipokotil
 
Akar
 
Habitus
 
        
Bruguiera gymnorrhiza merupakan pohon tegak lurus dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akar pada pangkal berbentuk papan dan memiliki akar lutut (knee roots) yng muncul ke permukaan di sekitar pohon (Pramudji, 2004).
Daun : Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak). Letaknya sederhana & berlawanan.  Berbentuk elips sampai elips-lanset. Ujungnya meruncing,  berukuran 4,5-7 x 8,5-22 cm.
Bunga : Bunga bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9-25 mm. Letaknya di ketiak daun, menggantung. Karangan bunga soliter. Daun Mahkota berjumlah 10-14, berwarna putih dan coklat jika tua, panjang 13-16 mm. Kelopak Bunga berjumlah 10-14, warna merah muda hingga merah, panjang 30-50.
Buah : Buah melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm. Hipokotil lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Panjang hipokotil 12-30 cm dan diameter 1,5-2 cm.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Myrtales
Famili              : Rhizophoraceae
Genus              : Bruguiera
Spesies            : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.
·         Derris trifoliata
Habitus
 
Daun
 
        
Derris trifoliata merupakan tumbuhan pemanjat/perambat berkayu, panjang 15 m atau lebih. Kulit kayu coklat tua, halus dengan lentisel merah muda. Batang yang lebih muda berwarna merah tua, memiliki banyak lentisel.
 Daun : Memiliki 3-7 pinak daun, permukaan atas berwarna hijau mengkilat dan bagian bawah abu-abu-hijau. Letaknya  majemuk dan bersilangan. Bentuknya bulat telur atau elips. Ujung  meruncing. Ukurannya 6-13 x 2-6 cm.
Bunga : Biseksual, tandan bunga panjangnya 7-20 cm dan gagang bunga panjangnya 2 mm. terletak  di ketiak batang yang tumbuh horizontal sepanjang permukaan tanah. Kerangan berbentuk bulir. Daun mahkota berwarna ungu agak putih-merah muda pucat, panjangnya sekitar 1 cm. bagian atas benangsari tumbuh sendiri, sementara 9 lainnya bersatu.
Buah : Polong berkulit, bulat memanjang atau hampir bundar, tipis/pipih, bergerombol. Satu atau dua biji berkeriput, hampir bundar, hijau-perunggu ketika kering. Ukuran buah 2-4,5 x 2,5-3,5 cm; biji 12 x 11 mm.
Penyebaran: Melalui Asia Tenggara, Indonesia, Australia, Cina hingga India dan Afrika.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Fabales
Famili              : Fabaceae
Genus              : Derris
Spesies            : Derris trifoliata Lour.
·         Nypa fruticans
Habitus
 
Nypa fruticans merupakan tumbuhan palma. Membentuk rumpun yang padat. Percabangan dikotom, tinggi 4-9 meter. Akarnya serabut dan tidak memiliki akar nafas.
Daun: Seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan/gagang daun 4 - 9 m. Terdapat 100 - 120 pinak daun pada setiap tandan daun, berwarna hijau mengkilat di permukaan atas dan berserbuk di bagian bawah. Bentuk: lanset. Ujungnya runcing. Ukuran: 60-130 x 5-8 cm.
Bunga: Tandan bunga biseksual tumbuh dari dekat puncak batang pada gagang sepanjang 1-2 m. Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning cerah, terletak di bawah kepala bunganya.
Buah: Buah berbentuk bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat satu biji berbentuk telur.   Diameter kepala buah sampai 45 cm. Diameter biji  4-5 cm.
Penyebaran : Asia Tenggara, Malaysia, seluruh Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Australia dan Pasifik Barat.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Liliopsida
Ordo                : Arecales
Famili              : Arecaceae
Genus              : Nypa
Spesies            : Nypa fruticans Wurmb.
·         Rhizophora apiculata
Habitus
 
Rhizophora apiculata, pohon tumbuh tegak lurus dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah.
Daun: Berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan warnanya kemerahan. Letaknya sederhana dan berlawanan. Bentuknya elips menyempit. Ujungnya meruncing. Ukurannya 7-19 x 3,5-8 cm.
Bunga: Biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada gagang berukuran <14 mm. Letaknya di ketiak daun. Karangan bunga ber kelompok (2 bunga per kelompok). Daun mahkota berjumlah 4; kuning-putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga berjumlah 4; kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari berjumlah 11-12; tak bertangkai.
Buah: Buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika sudah matang. Panjang hipokotil 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.
Penyebaran: Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga Australia Tropis dan Kepulauan Pasifik.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Myrtales
Famili              : Rhizophoraceae
Genus              : Rhizophora
Spesies            : Rhizophora apiculata Bl.
·         Rhizophora mucronata
Daun dan Hipokotil
 
Habitus
 
           
Rhizophora mucronata, pohon tumbuh tegak lurus dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah.
Daun: Daun berkulit. Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. letak daun sederhana dan berlawanan. Bentuknya elips melebar hingga bulat memanjang. Ujungnya meruncing. Ukurannya 11-23 x 5-13 cm.
Bunga: Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual, masing-masing menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Letak: di ketiak daun. Karangan bunga berKelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun mahkota berjumlah 4; putih, ada rambut. 9 mm. Kelopak bunga berjumlah  4; kuning pucat, panjangnya 13-19 mm. Benang sari berjumlah  8 dan tak bertangkai.
Buah: Buah lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm, berwarna hijaukecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal. Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotiledon kuning ketika matang. Panjang  hipokotil 36-70 cm dan diameter 2-3 cm.
Penyebaran  Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia. Dibawa dan ditanam di Hawaii.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Myrtales
Famili              : Rhizophoraceae
Genus              : Rhizophora
Spesies            : Rhizophora mucronata Lamk.
·         Sonneratia caseolaris
Habitus
 
Daun
 
Akar
 
       
Sonneratia caseolaris, pohon tumbuh dengan banyak cabang menyebar,  ketinggian mencapai 15 m, jarang mencapai 20 m. Memiliki akar nafas vertikal seperti kerucut (tinggi hingga 1 m) yang banyak dan sangat kuat. Ujung cabang/ranting terkulai, dan berbentuk segi empat pada saat muda.
Daun: Gagang/tangkai daun kemerahan, lebar dan sangat pendek. Letaknya sederhana dan berlawanan. Bentuknya bulat memanjang dengan ujung  membundar. Ukuran bervariasi, 5-13 x 2-5 cm.
Bunga: Pucuk bunga bulat telur. Ketika mekar penuh, tabung kelopak bunga berbentuk mangkok, biasanya tanpa urat. Letak: di ujung. Formasi: soliter-kelompok (1-3 bunga per kelompok). Daun mahkota: merah, ukuran 17-35 x 1,5-3,5 mm, mudah rontok. Kelopak bunga berjumlah 6-8; berkulit, bagian luar hijau, di dalam putih kekuningan hingga kehijauan. Benang sari banyak, ujungnya putih dan pangkalnya merah, mudah rontok.
Buah: Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Ukuran lebih besar dari S.alba, bijinya lebih banyak (800-1200). Ukuran buah diameternya 6-8 cm.
Penyebaran: Dari Sri Lanka, seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, hingga Australia tropis, dan Kepulauan Solomon.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Myrtales
Famili              : Lythraceae
Genus              : Sonneratia
Spesies            : Sonneratia caseolaris (L.) Engl.
·         Xylocarpus granatum
Daun
 
Habitus
 
http://wiki.trin.org.au/pub/Mangroves/Xylocarpus_granatum/Xylocarpus_granatum_fruit.jpg       
Xylocarpus granatum, pohon tegak dapat mencapai ketinggian 10-20 m. Memiliki akar papan yang melebar ke samping, meliuk-liuk dan membentuk celahan-celahan. Batang seringkali berlubang, khususnya pada pohon yang lebih tua. Kulit kayu berwarna coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas, sementara pada cabang yang muda, kulit kayu berkeriput.
Daun: Agak tebal, susunan daun berpasangan (umumnya 2 pasang pertangkai) dan ada pula yang menyendiri. Letaknya majemuk dan berlawanan. Bentuknya elips - bulat telur terbalik. Ujungnya membundar. Berukuran  4,5 - 17 cm x 2,5 - 9 cm.
Bunga: Bunga terdiri dari dua jenis kelamin atau betina saja. Tandan bunga (panjang 2-7 cm) muncul dari dasar (ketiak) tangkai daun dan tangkai bunga panjangnya 4-8 mm. Letaknya di ketiak. Karangan bunga membentuk  gerombol acak (8-20 bunga per gerombol). Daun mahkota berjumlah  4; lonjong, tepinya bundar, putih kehijauan, panjang 5-7 mm. Kelopak bunga berjumlah 4 cuping; kuning muda, panjang 3 mm. Benang sari berwarna putih krem dan menyatu di dalam tabung.
Buah: Seperti bola (kelapa), berat bisa 1-2 kg, berkulit, warna hijau kecoklatan. Buahnya bergelantungan pada dahan yang dekat permukaan tanah dan agak tersembunyi. Di dalam buah terdapat 6-16 biji besar-besar, berkayu dan berbentuk tetrahedral. Susunan biji di dalam buah membingungkan seperti teka-teki (dalam bahasa Inggris disebut sebagai ‘puzzle fruit’). Buah akan pecah pada saat kering. Ukuran buah diameter 10-20 cm.
Penyebaran: Di Indonesia tumbuh di Jawa, Madura, Bali, Kepulauan Karimun Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Sumba, Irian Jaya.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Sapindales
Famili              : Meliaceae
Genus              : Xylocarpus
Spesies            : Xylocarpus granatum Koen.
Berdasarkan  hasil identifikasi dengan membandingkan morfologi serta deskripsi spesies dengan buku identifikasi, diperoleh 12 spesies vegetasi mangrove dari Ujung Alang, Segara Anakan. Dari setiap spesies tersebut memiliki ciri khas morfologinya tersendiri yang membedakan antara spesies yang satu dengan yang lainnya, seperti bentuk dan sistem perakaran, habitus, bentuk daun, bentuk bunga, dan tipe buah. Dalam melakukan identifikasi vegetasi mangrove secara morfologi ini, dibutuhkan kecermatan, ketelitian, dan pengamatan berulang serta perwakilan bagian sampel yang cukup lengkap untuk menyimpulkan deskripsi yang tepat  vegetasi mangrove yang diidentifikasi. Untuk mendapatkan hasil identifikasi yang sempurna dibutuhkan perwakilan bagian sampel yang cukup lengkap atau dapat berupa foto yang lebih jelas serta referensi tentang identifikasi dan klasifikasi mangrove yang lebih banyak agar mempermudah dan mempercepat proses  identifikasi.








DAFTAR REFERENSI
Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi (RTR) Daerah Pantai. Jakarta: Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan.
Departemen Pekerjaaan Umum Dirjen Pengairan. 1996. Program konservasi dan pengembangan Segara Anakan. Proyek induk pengembangan wilayah Sungai Citandui-Ciwulan. Proyek Pengembangan dan konservasi sumberdaya air Citandui-Ciwulan. Jawa Barat. 73 hal
Kitamura, S., Anwar, C., Chaniago, A and Baba, S. 1997. Hanbook of mangroves in Indonesia; bali and Lombok. JICA/ISME, Okinawa.
Noor, Y.R., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006.  Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.
Onrizal. 2008. Panduan Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pemda TK II Cilacap. 1998. Rancangan sistim pengelolaan hutan bakau di kawasan Segara Anakan Kabupaten Dati II Cilacap Jawa Tengah. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. Jakrta. 54 hal.
Pramudji. 2004. Mangrove di pesisir Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Pusat Penelitian Oceanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. 10 hal.
Setyawan, A.D., A. Susilowati dan Wiryanto. 2002. Habitat relics vegetasi mangrove di pantai selatan Jawa. Biodiversitas 3 (2): 242-256.
Setyawan, A.D., Indrowuryatno, Wiryanto, Kusumo Winarno, dan A. Susilowati. 2005. Tumbuhan mangrove di Propinsi Jawa Tengah: 1. Keanekaragaman jenis. Biodiversitas 6 (1): 00-00 (submitted).
Setyawan, A.D., Indrowuryatno, Wiryanto, Kusumo Winarno, dan A. Susilowati. 2005. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah: 2. Komposisi dan Struktur Vegetasi. Keanekaragaman jenis. Biodiversitas Volume 6, Nomor 3 Halaman: 194-198
Winarno, Kusumo dan Ahmad Dwi Sstyawan. 2003. Penyudetan Sungai Citanduy, Buah Simalakama Konservasi Ekosistem Mangrove Segara Anakan. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. Biodiversitas:  Volume 4, Nomor 1 Halaman: 63-72






































 
LAMPIRAN
























Lampiran 1
 
DAFTAR KEGIATAN HARIAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Judul tentative  : Identifikasi Vegetasi Mangrove yang Diperoleh dari Ujung Alang, Segara Anakan
Lokasi              : Ujung Alang, Segara Anakan
Waktu              : 30 Mei – 10 Juni 2012
Pembimbing    : Dr. rer. nat. Erwin Riyanto Ardli, MSi.
Tabel. Rencana kerja harian
No.
Hari, tanggal
Kegiatan
1.
Rabu, 30 Mei 2012
Konsultasi PKL
2.
Kamis, 31 Mei 2012
Persiapan menuju Ujung Alang, Segara Anakan
3.
Jumat, 1 Juni 2012
Persiapan menuju Ujung Alang, Segara Anakan
4.
Sabtu, 2 Juni 2012
Pengambilan sampel identifikasi di Ujung Alang, Segara Anakan
5.
Minggu, 3 Juni 2012
Pengambilan sampel identifikasi di Ujung Alang, Segara Anakan
6.
Senin, 4 Juni 2012
Identifikasi sampel
7.
Selasa, 5 Juni 2012
Identifikasi sampel
8.
Rabu, 6 Juni 2012
Identifikasi sampel
9.
Kamis, 7 Juni 2012
Identifikasi sampel
10.
Jumat, 8 Juni 2012
Identifikasi sampel
11.
Sabtu, 9 Juni 2012
Identifikasi sampel
12.
Minggu, 10 Juni 2012
Identifikasi sampel